
Posted by E. HARYADI - DIRTRANS
Pengantar Transformasi
Pada artikel Rubrik Transformasi Moonshot Carbon Trading Seri 2 Bagian 1 sebelumnya, telah dibahas mengenai dasar-dasar mekanisme perdagangan karbon dan kondisi di beberapa negara yang sudah menerapkan Emission Trading System (ETS) dalam hal transaksi jual-beli emisi karbon.
Indonesia menerapkan skema Cap and Trade sebagai aturan perdagangan karbon. Sebagaimana dalam PERMEN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang Tata Laksana Nilai Ekonomi Karbon (NEK), skema kombinasi penerapan batas emisi (cap) dan perdagangan karbon (trade) dinilai lebih efektif di Indonesia. Dibandingkan pengalaman beberapa negara Eropa yang hanya menerapkan pajak karbon, justru akan berpotensi menghambat industrialisasi Indonesia yang baru akan take-off.
Untuk mengukur dan mengkonversi besaran emisi karbon yang akan diperdagangkan, Pemerintah menyusun instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Sekaligus meluncurkan bursa karbon Indonesia (IDX Carbon) pada tahun 2023.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa hingga tahun 2030, Indonesia memiliki 140 juta unit kredit karbon yang berpotensi dibursakan. Nilai pasar dari volume karbon tersebut diproyeksikan bisa mencapai sekitar Rp9 triliun, mengacu pada harga Sertifikat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
Untuk itu, PLN siap mendukung tumbuh-kembangnya IDX Carbon sebagai bursa karbon yang sangat diminati pasar internasional. PLN menugaskan PLN Energy Management Indonesia (PLN EMI) untuk mengaktivasi pasar karbon domestik, mencari peluang penjualan karbon PLN Group kepada para mitra, meningkatkan transaksi jual-beli karbon, serta mengekspansi bisnis karbon hingga pasar global.
Co Moonshot Leader
Surya Fitriadi, PLT Direktur Utama PLN EMI
Secara garis besar, ada dua cara perdagangan emisi karbon, yaitu: secara sukarela (voluntary carbon market) dan wajib (mandatory carbon market).
Perdagangan karbon sukarela didorong oleh kesadaran industri untuk berkontribusi dalam pencegahan perubahan iklim tanpa intervensi regulasi dari pemerintah. Sedangkan perdagangan karbon wajib adalah pasar karbon yang diatur oleh regulasi, khususnya dalam menentukan batasan emisi bagi setiap pelaku usaha.
Pelaku usaha yang berhasil menurunkan volume emisinya di bawah ambang batas yang ditentukan, maka selisih karbon tersebut dapat diperdagangkan sebagai komoditas yang sangat menarik bagi pelaku usaha yang belum mampu menurunkan emisinya. Di sinilah terjadinya supply dan demand komoditas karbon yang melahirkan mekanisme pasar perdagangan karbon.
Perusahaan surplus emisi (yang melebihi ambang batas emisi) dapat memilih untuk membeli izin emisi dari perusahaan lain (carbon trading) atau membayar pajak karbon kepada negara (carbon tax). Besaran harga izin dan pajak karbon di berbagai negara sangat bervariasi, tergantung dari arah kebijakan pemerintah. Untuk di Indonesia saat ini, pemerintah mengarahkan para pelaku usaha terkait untuk melakukan mekanisme pasar (carbon trading) di IDX Carbon. PLN EMI melihat ini sebagai sebuah big opportunity in the blue ocean strategy: tidak akan kita lepaskan.
Peluang bisnis di pasar Carbon Trading
Sejak awal peluncuran IDX Carbon, PLN Group telah mendaftarkan komoditas karbon sebesar satu juta ton CO2e melalui SPE-GRK dari PLTGU Muara Karang sampai tahun 2023. Demi mendukung pengembangan pasar karbon di Indonesia, PLN Group menargetkan penerbitan SPE-GRK dengan total 2,26 juta ton CO2e pada tahun 2024 ini dengan tambahan komoditas karbon dari PLN Indonesia Power dan PLN Nusantara Power. Dengan acuan harga satuan yang berlaku di IDX Carbon saat ini, proyeksi revenue dari jumlah komoditas ini diperkirakan bisa mencapai Rp133 miliar.
Dengan semakin tingginya minat pasar dunia industri terhadap karbon, PLN mempersiapkan PLN Climate Click sebagai sebuah platform untuk transaksi komoditas karbon secara langsung dengan para pembeli. Ini adalah carbon trading platform yang dimiliki PLN yang hingga saat ini telah membukukan 6,3 juta ton CO2e transaksi karbon di antara unit-unit pembangkit milik PLN. Proyeksi ke depan transaksi karbon bukan hanya antar pembangkit milik PLN tetapi hingga ke pembangkit IPP.
Perbedaan transaksi karbon di IDX Carbon dan Climate Click yang paling mendasar adalah:
Transaksi penjualan karbon di IDX Carbon saat ini masih terbatas untuk SPE-GRK yang telah divalidasi dan verifikasi oleh Lembaga Validasi Verifikasi (LVV) yang tersertifikasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan diterbitkan oleh KLHK untuk menjadi sertifikat karbon. Harga komoditas karbon di Bursa saat ini sekitar Rp58.800 per ton CO2e. IDX Carbon adalah pasar terbuka, di mana semua penjual dan pembeli dari berbagai sektor bisa melakukan transaksi komoditas karbon.
Sementara di Climate Click transaksi yang dilakukan saat ini adalah untuk Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi – Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dengan masa expired dua tahun, di mana antar pelaku usaha (pembangkit) dapat melakukan transaksi atas surplus PTBAE-PU mereka kepada pelaku usaha (pembangkit) yang mengalami defisit. Harga pembuka untuk PTBAE-PU saat ini sekitar Rp30.000 per ton CO2e. Saat ini, Climate Click merupakan pasar yang masih tertutup yang hanya terbatas untuk unit bisnis PLN.
Tantangan yang dihadapi untuk peningkatan bursa carbon trading
Dengan prospek pasar karbon sekaligus ketersediaan supply komoditas karbon dari PLN Group di IDX Carbon, tantangan yang dihadapi saat ini adalah regulasi yang mengatur kewajiban pajak karbon yang masih dalam proses formulasi. Apabila regulasi pajak karbon tersebut telah disahkan pun, perhitungan (audit) emisi karbon di setiap perusahaan/entitas bisnis baru akan bisa terlaksana di tahun berikutnya.
Dengan kondisi seperti ini, maka PLN Group harus bersiap akan adanya demand boom komoditas karbon yang mungkin akan terjadi pada tahun 2026.
Tantangan berikutnya adalah pasar karbon (baik di IDX Carbon maupun Climate Click) masih punya batasan dalam jual-beli komoditas karbon. Sehingga dengan komoditas karbon yang ada, hanya perusahaan/entitas bisnis yang terdaftar di Indonesia saja yang bisa membelinya. Padahal demand internasional yang sangat tinggi sudah ada sejak sekarang, namun akses mereka untuk membeli komoditas karbon Indonesia belum terbuka.
Berkenaan dengan hal tersebut, PLN EMI terus menjalin komunikasi intens dengan pemangku kebijakan (regulator) untuk memastikan kebijakan carbon trading dapat berjalan optimal. Serta melakukan digital marketing melalui berbagai platform media sosial untuk meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat terkait komoditas karbon PLN yang sudah ready untuk dibeli.
Peran PLN dalam bursa carbon trading menjadi langkah yang sangat menentukan masa depan carbon trading di Indonesia, baik transaksi dalam negeri maupun goes to global. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, serta kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, Indonesia berpotensi besar tidak hanya mengatasi tantangan perubahan iklim, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi berkelanjutan untuk masa depan.
AKHLAK Moment
Implementasi program Moonshot Carbon Trading merupakan perwujudan implementasi core values AKHLAK antara lain Adaptif dengan practical behaviors: (1) Proaktif memberikan solusi bisnis melalui Emission Trading System untuk mengaktivasi pasar karbon domestik, mencari peluang penjualan karbon PLN Group kepada para mitra, meningkatkan transaksi jual-beli karbon, serta mengekspansi bisnis karbon hingga pasar global sehingga mampu mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) guna mewujudkan Net Zero Emission serta (2) Proaktif memantau risiko dengan melakukan eksplorasi peluang potensi perdagangan karbon di Indonesia dan menjalin komunikasi secara intens dengan regulator untuk memastikan kebijakan carbon trading dapat berjalan optimal.
The New PLN 4.0, Unleashing Energy and Beyond.